Kesalahpahaman kasta selama berabad-abad (khusus untuk manusia hindu
Bali, tapi silahkan klo yang lain mau baca)
Sebuah tulisan hasil
refleksi dengan diri..
Saya akan berceritra
tentang kesalahpahaman masyarakat Hindu Bali tentang kasta selama berabad-abad
yang enggan atau takut di buka ke publik oleh orang-orang yang sengaja
menistakan dirinya dengan menganggap dirinya lebih rendah dari yang lain, oleh
orang-orang yang pengecut alias tidak punya nyali untuk ini, oleh orang-orang
yang tidak peduli akan kebenaran, dan oleh orang-orang yang diuntungkan dengan
kesalahpahaman ini sehingga tidak mau mengakui kebenaran ini. “Brekele kalian!”
Karena keterbatasan
tempat maka dalam kesempatan ini saya hanya akan memberikan sedikit hal yang
layak untuk dijadikan acuan, bukti, dan layak untuk menjadi bahan pertimbangan
masyarakat Hindu Bali tentang apa yang Anda jalani selama ini. Beberapa bukti
ini saya harap mampu menyadarkan Anda bahwa apa yang Anda lakukan selama ini
salah.
Di Bali, disebuah pulau
yang merupakan bagian dari negara Indonesia yang demokrasi sudah dari dulu kala
tidak ada demokrasi. Pemilu tidak ada gunanya di tempat ini. Kenapa? Mana ada
demokrasi dan persamaan derajat dan hak kalau masyarakatnya berkasta-kasta, lha
orang baru lahir saja sudah ditentukan hak dan kewajibannya (derajatnya).
Baiklah saya
mulai..persiapkan pikiran Anda
Sebenarnya masyarakat
Hindu Bali tidak mengenal Kasta, melainkan mengenal warna. Ini dapat dilihat
dari kitab Bhagavadgita IV.13 dan XVIII.41(ini klo Anda masih percaya dengan
Kitab ini lho..) :
“Caturvarnyah maya
srstam..bla bla bla (baca sendiri kelanjutannya, klo ga punya bukunya pinjem
ama yg punya, ato beli di toko buku)..viddhy akartaram avyayam”. Yang artinya
“catur warna Kuciptakan menurut pembagian dari guna (sifat) dan karma
(pekerjaan). Meskipun Aku sebagai penciptanya, ketahuilah Aku mengatasi gerak
dan perubahan”.
“Brahmanaksatriavisam..bla
bla..gunaih” artinya “O arjuna, tugas-tugas adalah terbagi menurut sifat, watak
kelahirannya sebagaimana halnya Brahmana, Ksatria, Waisya dan juga Sudra”.
Dari dua sloka diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing warna itu tidak terjadi karena
garis keturunan, apalagi diteruskan turun-temurun. Ia hanya merupakan kelompok
masyarakat berdasarkan profesinya. Gini lho maksudnya teman-teman..jadi hanya
karena perbuatannya lah (pekerjaan) seseorang disebut Brahmana (para imam),
Ksatria (pemegang pemerintahan), Waisya (pedagang/pekerja) atau Sudra (rakyat
jelata). Jadi anak yang baru lahir belum bisa diberi label brahmana ato Sudra
jika ia belum menjalankan pekerjaan dari seorang Brahmana ato Sudra.
Gitu..makanya jangan seenaknya memberi label nama anak!.
Masi belum ngerti??eemmhh
oke saya kasi contoh “sekali lagi, “contoh” ya!?” ato “ilustrasi” deh: seorang Brahmana
yang terjun ke politik kemudian menjadi anggota dewan ato pejabat lah, tidak benar
disebut sebagai Brahmana lagi melainkan disebut ksatria. Demikian juga anak
seorang Ksatria tidak benar diberi label Ksatria kalo ia tidak memegang
pemerintahan tapi malah berdagang ato bekerja (Waisya) ato bahkan tidak punya
keahlian apa-apa (sudra). Cukup segini dulu yah..klo mo tau lebih lanjut
silahkan baca banyak buku ato selami diri masing-masing. Jujurlah pada diri
Anda, dengarkan nurani Anda dan laksanakan apa yang nurani Anda katakan,
perbanyak memberi dan tingkatkan peduli kepada sesama manusia, kepada alam
semesta dan mahkluk selain manusia, dan kepada sumber dari semua ini (Yang tak
terpikirkan), ikutlah berpartisipasi walau sedikit dalam membuat dunia ini
lebih baik.
Sebenarnya saya tidak
ingin menulis tentang ini, tapi pikiran ini akhirnya tumpah juga ke dalam
bentuk tulisan..ini hanya merupakan bahan renungan anak muda yang sedang
mencari hakikat kehidupan dengan segala keterbatasannya. Mohon maaf kepada
semua pihak yang merasa terlibat emosi atau kepentingan dengan tulisan ini.
Sekali lagi ini hanya merupakan bahan renungan diwaktu senggang (lebih baik
daripada menghayal jahat) .
Let’s Go green, cetak hanya jika memang benar-benar
diperlukan untuk dicetak.
2 comments
Write commentsMingkin ga anda menulis atau membuat artikel seperti diatas kalau anda dari golongan berkasta?
Replyterimakasih sudah berkunjung sahabat nanang kristanto
Replysebelum menjawab ingin saya tegaskan terlebih dahulu bahwa menurut sumber tulisan ini, di bali tidak ada kasta yang ada adalah tugas
Ada beberapa orang yang wawasannya luas dan pikirannya terbuka, beberapa yang lainnya tidak. Saya tidak tahu bila saya dilahirkan dari orang tua brahmana atau ksatria apakah saya saya akan mencari informasi tentang ini atau tidak, seperti kata saya sebelumnya bila saya lahir di keluarga brahmana atau ksatria dan wawasan saya luas serta pikiran saya terbuka maka saya akan meluruskan hal ini.
menurut sumber buku lain malah ada dari keluarga brahmana yang tidak memberi nama anaknya yang baru lahir dengan embel-embel brahmana, orang-orang dengan tipe ini sangat bijak dan luas pikirannya
EmoticonEmoticon